twitter


Bila kita teringat sejarah dunia di mana pada saat Perang Dunia II, setelah Nagasaki dan Hiroshima di bom oleh sekutu, langkah pertama yang ditempuh pemerintah Jepang, mendata kembali berapa jumlah guru dan dokter yang tersisa. Mereka mulai membangun negara yang porak-poranda dari bidang pendidikan dan kesehatan. Hasilnya sangat menakjubkan. Setelah kurang lebih 20 tahun, dengan kerja keras yang tak kenal lelah, Jepang mempu mensejajarkan negaranya dengan negara-negara maju lainnya. Lahirlah kekuatan baru di kawasan Asia saat itu. Untuk bidang pendidikan di kawasan Asia, Jepang juga sebagai negara terbaik, di samping India, Korea Selatan dan Singapura.
Kisah nyata itu menyadarkan kita, betapa besar peran guru dalam membangun suatu bangsa. Ironisnya, di negara kita tercinta, profesi guru dan peran guru, kurang diperhitungkan. Malah cenderung dikesampingkan. Pada masa rezim Orde Baru profesi guru malah identik dengan kemiskinan, dan  ketidakberdayaan, kelompok masyarakat yang tahan lapar, dan selalu cicerca dan dipuja. Profesi guru tidak membanggakan.
Guru adalah input pelarian dari anak orang miskin yang tidak berkecukupan, karena kehidupan yang jauh dari cukup sebuah keluarga, sehingga anaknya dimasukan ke sekolah guru. Potret Oemar Bakri seperti dikiaskan dalam sebuah lagu Iwan Fals yang jauh dari pantas. Dalam masa itu, kelompok Guru tidak lebih dari sekedar alat politik dari rezim yang berkuasa. Guru tidak lebih sekedar alat politik dari rezim yang berkuasa. Untuk membius kelompok ini, regim berkuasa saat itu, menganugerahkan gelar ”Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” dalam sebuah bait lagu.
Citra guru yang terbentuk di dalam dirinya sampai saat ini, menurut saya, bukanlah sosok berdasi, intelektual ulung dalam menyiapkan masa depan, tetapi sekedar sebagai pekerja penjual suara yang kerja kesehariannya berangkat subuh pulang malam, tetapi kering finansial. Praktis, citra guru teredusir sedemikian rupa di balik keagungan harapan yang meluap. Permasalahannya: bagaimana kita dapat membangun citra kita sendiri sebagai guru, agar peran dan profesionalitas kita terpenuhi?
UU Nomor 14 sudah disyahkan dan saat ini, apresiasi masyarakat semakin tinggi terhadap Guru, Pemerintah semakin sungguh-sungguh berupaya mensejahterakan Guru, media massa semakin gencar memberitakan tentang kinerja guru. Dari segi kemampuan ekonomis, guru tidak lagi dipandang sekedar sebagai pekerjaan yang tidak menjadi perhatian orang. Pergi pagi pulang petang pendapatan pas-pasan (P4).
Bagaimana dengan kita sendiri sebagai pelaku utama pendidikan, Penggerak pendidikan, Pemegang kendali pendidikan, Pencerdas anak bangsa,  yang dalam UU Dosen dan Guru disebut tenaga profesional. Sama dengan dokter, Pengacara dan lain-lain?
Banyak pernyataan kritis sering kita dengar, kita lihat, dan kita baca menyangkut eksistensi, kompetensi, dan kinerja kita sebagai tenaga profesional memang masih memprihatinkan.
Kenyataan rendahnya kompetensi, etos kerja, dan kinerja guru, seperti dikemukakan oleh Fasli Djalal, peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan menyebutkan hampir separuh dari sekitar 2,7 juta guru di Indonesia tidak layak mengajar di sekolah. 75.648 di antaranya guru SMA. Pernyataan itu disampaikan berkenaan dengan wacana guru profesional dan guru kompeten sebagai syarat untuk memperoleh tunjangan profesi guru dan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Pernyataan yang merujuk pada rendahnya kompetensi dan etos kerja guru itu juga pernah diungkapkan oleh menteri pendidikan pada masa itu Wardiman Djoyonegoro dalam wawancara di TPI tanggal 16 Agustus. Dalam wawancara itu Ia mengemukakan hanya 43 persen guru yang memenuhi syarat, artinya sebagian besar guru (57 persen) tidak atau belum memenuhi syarat, tidak kompeten, dan tidak profesional untuk melaksanakan tugasnya. Pantaslah kalau kualitas pendidikan kita jauh dari harapan dan kebutuhan dunia kerja.
Read More... - Guru Menuju Perubahan

Pemerintah berupaya mendongkrak citra guru yang terlanjur pudar bahkan sempat profesinya terabaikan dan dipandang sebelah mata. Dalam dasa warsa terakhir pemerintah terus menerus untuk mencari terobosan dan alternatif baru untuk memperbaiki mutu pendidikan. Di mulainya perubahan dan penyempurnaan sistem pendidikan nasional, selanjutnya terhadap kurikulum dan sampai kepada penyelenggaraan sertifikasi guru yang merupakan implementasi dari UU Nomor 14 Tahun 2005 yakni mewujudkan guru profesional.
Menjadi guru profesional bukan perkara gampang, ibarat membalikkan telapak tangan. Apalagi untuk menjadi guru baik. Citra guru yang baik, dapat mengangkat citra dan mutu pendidikan.
Mutu pendidikan yang baik, dapat mengangkat martabat bangsa. Tetapi permasalahannya, dari mana harus dimulai? Tentunya akan dimulai dari
(1) komitmen bersama. Untuk mencapai guru profesional harus di mulai dari komitmen bersama, kebersamaan ini diawali dengan keinginan yang sama antara pemerintah, masyarakat, guru itu sendiri, dan anak didik. Komitmen pemerintah dimaksudkan adalah bagaimana program pemerintah memberikan alokasi dana untuk guru untuk meningkatkan kualifikasi akademik guru, karena hampir 1,6 juta guru yang belum layak menjadi guru, dan ini akan berpengaruh terhadap upaya menciptakan guru profesional.
Masyarakat juga memiliki peran dan andil untuk dapat memberikan nuasa ketenangan bagi guru agar guru dapat tenang menjalankan tugas dan tanggungjawabnya, dan jangan justeru dicerca dan dijadikan komoditas informasi untuk disebarluaskan, akan tetapi masyarakat dapat duduk semeja dengan guru, sehingga sinergi terbangun, dan guru senantiasa akan meningkatkan progesionalnya.
(2) Guru sendiri. Untuk memperbaiki citra guru, mereka harus berani mengevaluasi dan mengkoreksi diri. Guru profesional itu, guru yang mengenal dirinya. Dirinya sebagai pribadi yang terpanggil untuk mendidik manusia, untuk menjadi guru merupakan panggilan hati. Untuk itu, guru dituntut untuk belajar sepanjang hayat (long life education).
Medan belajar adalah medan yang menyenangkan. Menjadi guru bukan hanya sebuah proses yang harus dilalui melalui test kompetensi dan sertifikasi. Karena menjadi guru menyangkut perkara hati. Maka mengajar harusnya menjadi profesi hati. Hati harus mendapat perhatian cukup, yaitu pemurnian hati, atau motivasi untuk menjadi guru profesional. Pemurnian hati itu, akan mendorong kita senantiasa meningkatkan kemampuan untuk membelajarkan siswa.
Paling tidak ada 4 kata kunci yang menjadikan guru itu menjadi penting. Tiga kata kunci itu sekaligus menjadi sifat dan karakteristik guru: kreatif, inovatif, profesional dan menyenangkan. Mengapa guru harus kreatif ? Karena harus memilah dan memilih materi pembelajaran. Dan kemudian secara kreatif menyajikan menjadi bahan pembelajaran yang yang penuh makna, dan bermutu.
Mengapa harus inovatif ? Karena guru harus senantiasa menemukan hal-hal yang baru, sehingga dapat merubah wawasan cakrawala dan daya imajinatif anak didiknya. Sedang sifat profesional, karena guru harus secara profesional membentuk kompetensinya sesuai dengan karakter peserta didik. Juga bagi dirinya. Berarti belajar dan pembelajaran harus menjadi makanan pokok guru.
Tetapi guru juga harus menyenangkan. Baik bagi dirinya sendiri maupun bagi peserta didik. Menjadi guru kreatif, profesional, dan menyenangkan itu akan terwujud, jika si guru mau secara terus-menerus meningkatkan kemampuan dan ketrampilan. Mau belajar, melalui lihat, dengar dan membaca.
(3). Meningkatkan Pengetahuan dan Ketrampilan. Guru sebagai profesional (sama dengan profesi dokter, pengacara, sekretaris, dan lain-lain), tanggungjawab utamanya mengawal perkembangan pribadi siswa. Peran pendampingan itu tidak mungkin akan berhasil jika guru tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang profesioanal. Guru profesional biasanya memiliki hal-hal seperti ini: (a) Penguasaan terhadap pengetahuan dan ketrampilan, (b) Memiliki kemampuan profesional di atas rata-rata, (c) Idealisme, (d) pengabdian yang tinggi, dan (e) Pantas secara moral dan perilaku menjadi panutan.
Read More... - Mengangkat Citra Guru

Siswa SMA merupakan siswa yang sedang masa-masanya ingin mengenali dirinya sendiri, selain itu bahwa masa SMA adalah masa yang paling indah, karena pada waktu itulah mereka akan meninggalkan masa kanak-kanak dan memasuki masa dewasa, atau yang disebut dengan masa remaja.
Masa remaja ini justru merupakan masa yang rentan, karena apabila anak salah bergaul maka celakalah mereka dalam menghadapi masa depannya, anak menjadi tidak stabil emosionalnya, oleh karena itu diharapkan masa remaja yang setiap orang akan melintasinya, diwarnai dengan nuansa keindahan atau bahkan akan memiliki kemampuan keterampilan sosial dalam kehidupan sehari-harinya.
Masa remaja dikenal dengan masa yang terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang bervariasi. Pada masa remaja (usia 12 sampai dengan 21 tahun) terdapat beberapa fase (Monks, 1985), fase remaja awal (usia 12 tahun sampai dengan 1-0 tahun), remaja pertengahan (usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun) masa remaja akhir (usia 18 sampai dengan 21 tahun) dan di antaranya juga terdapat fase pubertas yang merupakan fase yang sangat singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remaja dalam menghadapinya.
Fase pubertas ini berkisar dari usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 16 tahun dan setiap individu memiliki variasi tersendiri. Masa pubertas sendiri berada tumpang tindih antara masa anak dan masa remaja, sehingga kesulitan pada masa tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami kesulitan menghadapi fase-fase perkembangan selanjutnya. Pada fase itu remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon dalam tubuhnya dan hal ini memberi dampak baik pada bentuk fisik (terutama organ-¬organ seksual) dan psikis terutama emosi.
Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bermacam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman sebaya serta aktivitas-¬aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Masa remaja yang identik dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif.
Bila aktivitas-aktivitas yang dijalani di sekolah (pada umumnya masa remaja lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah) tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka remaja seringkali meluapkan kelebihan energinya ke arah yang tidak positif, misalnya tawuran. Hal ini menunjukkan betapa besar gejolak emosi yang ada dalam diri remaja bila berinteraksi dalam lingkungannya.
Mengingat masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya dan dalam rangka menghindari hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendaknya memahami dan memiliki keterampilan sosial atau yang disebut kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional keterampilan sosial ini terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana remaja mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan menipu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif.
Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.
Kecerdasan emosional nampak terlihat pada kemampuan merasakan, memahami dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut pemilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari, dan intinya, kecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pandai menggunakan emosi.
Read More... - Mengenal Masa Remaja Siswa

Etos kerja merupakan sebuah hakiki dari sebuah organisasi atau lembaga, dan etos kerja akan menjadi kunci di dalam keberhasilan jalan suatu organisasi atau lembaga, etos kerja akan menjadi acuan oleh pelaksana organisasi di semua lini mulai dari pimpinan, staff sampai kepala pelaksana unit.
Dalam kamus Webster, etos didefinisikan sebagai keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi sekelompok orang atau sebuah institusi (guiding beliefs of a group or institution). Jadi etos kerja dapat diartikan sebagai doktrin kerja yang diyakini oleh sekelompok orang sebagai baik dan benar yang mewujud nyata secara khas dalam perilaku kerja mereka.
Pandangan cerdas E.F. Schumacher dalam bukunya Small Is Beautiful lebih mempertajam peranan etos kerja ini. Schumacher berkata bahwa pembangunan tidak dimulai dengan barang, tetapi dimulai dari manusia: pendidikannya, organisasinya dan disiplinnya. Tanpa ketiga komponen ini, semua sumberdaya tetap terpendam tak dapat dimanfaatkan. Schumacher menegaskan sumberdaya material atau uang bersifat sekunder. Yang primer ialah sumberdaya manusia.
Tesis ini sebenarnya mula-mula dikemukakan oleh Max Weber dalam analisanya tentang kemajuan bangsa Jerman secara umum dimana etos Calvinisme di tingkat ekonomi ternyata berhasil menjadi basis bagi pengembangan kapital bangsa itu. Di Asia, etos Samurai juga telah dikenali sebagai basis kemajuan ekonomi bangsa Jepang yang spektakuler usai perang dunia kedua.
Jansen Sinamo dalam bukunya Ethos21: Etos Kerja Profesional di Era Digital (2002) menata tiga elemen tesis Schumacher menjadi etos kerja, pengetahuan, dan ketrampilan organisasional. Senafas dengan Schumacher, Sinamo menegaskan bahwa etos kerja adalah elemen sukses paling primer. Ibarat pohon, etos kerja adalah akarnya, pengetahuan adalah batangnya, keterampilan organisasional adalah daun dan rantingnya, sedangkan uang dan barang-barang material adalah buahnya.
Namun, meskipun etos kerja merupakan komponen paling primer, ternyata ia tidak selalu membawa sukses signifikan apabila pengetahuan dan ketrampilan organisasional tidak berkembang proporsional. Hal ini dikemukan Mohammad Sobary dalam bukunya kesalehan dan tingkah laku ekonomi (1996).
Sobary menyimpulkan bahwa etos kerja yang baik tanpa diimbangi dengan pengetahuan ekonomi (misalnya apa produk yang disukai pasar, apa hambatan usaha yang ada, siapa pesaing-pesaing yang ada) dan keterampilan organo-manajerial (misalnya bagaimana membentuk lembaga-lembaga ekonomi, memobilisasi modal, menjalankan perusahaan secara efisien) yang memadai maka sukses komersial yang mungkin dicapai akan sangat terbatas.
Secara khusus, berangkat dari ketiga tesis pendahulunya, Jansen Sinamo menyimpulkan bahwa etos kerja adalah basis keberhasilan di tiga tingkat: personal, organisasional dan sosial. Dalam bukunya, Sinamo membuktikan bahwa pengembangan etos kerja profesional di perusahaan akan memperkuat karakter sang manusia pekerja, mempertinggi kompetensi profesional mereka, dan menghasilkan kinerja-kinerja unggul sebagai buahnya. Dalam bahasa ringkas Jansen Sinamo memproklamirkan bahwa kekuatan sebuah organisasi termasuk suatu bangsa ditentukan oleh etos kerja warganya.
Jansen Sinamo WorkEthos Training Center percaya bahwa organisasi yang sukses adalah organisasi yang bertindak sebagai agen pembawa rahmat bagi masyarakat dan kemanusiaan secara luas. Dalam idiom bisnis konsep ini diterjemahkan sebagai wealth creation atau profit making yang memenuhi syarat-syarat good corporate governance maupun corporate excellence.
Organisasi demikian ditandai dengan kukuhnya sejumlah infrastruktur organisasi unggul, yakni: visi bisnis yang jauh membentang, misi organisasi yang kuat mengikat, strategi usaha yang padu serasi, nilai-nilai dasar yang koheren holistik, falsasah usaha yang ideal harmonis, perilaku kerja yang konsisten positif, berwatak ramah budaya dan serasi lingkungan serta orientasi kerja pada keunggulan insani berdasarkan the spirit of success yang kemudian tampil sebagai sehimpunan etos kerja profesional.
Sebagai pusat pembentukan dan pengembangan etos kerja profesional Jansen Sinamo Work Ethos Training Center adalah perintis pertama dan pionir dalam studi dan pengembangan etos kerja di Indonesia. Dalam konsep yang dikembangkan oleh Jansen Sinamo digagas pentingnya delapan paradigma kerja profesional, yaitu: kerja adalah rahmat, kerja adalah amanah, kerja adalah panggilan, kerja adalah aktualisasi, kerja adalah ibadah, kerja adalah seni, kerja adalah kehormatan, dan kerja adalah pelayanan.
Di tingkat perilaku kerja kedelapan paradigma ini akan membuahkan delapan perilaku kerja utama yang sanggup menjadi basis keberhasilan baik di tingkat pribadi, organisasional maupun sosial, yaitu: bekerja tulus, bekerja tuntas, bekerja benar, bekerja keras, bekerja serius, bekerja kreatif, bekerja unggul, dan bekerja sempurna.
Read More... - Etos Kerja

Untuk dapat melaksanakan proses belajar mengajar semacam ini, ada beberapa strategi mengajar yang disarankan untuk dapat diimplementasikan oleh guru dalam proses pembelajaran, yaitu :
(1). Menggunakan alat peraga.
Penggunaan alat peraga yang berwujud benda nyata, membantu anak untuk memahami suatu konsep. Penggunaan alat peraga dengan berbagai cara, observasi terhadap alat peraga dan melihat reaksi yang terjadi pada alat peraga melatih anak untuk mengembangkan daya fikir, nalar sekaligus melatih keterampilan fisiknya.
(2). Modifikasi alat peraga.
Dengan alat peraga yang disediakan, guru dapat melakukan kegiatan bersama siswa terhadap alat peraga tersebut. Ada empat pendekatan yang dapat diterapkan dalam mempergunakan alat peraga. Tiap pendekatan dapat dipilih sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Pendekatan pertama dilakukan dengan berbuat terhadap suatu objek dan melihat bagaimana objek itu bereaksi. Pendekatan kedua, berbuat terhadap suatu objek untuk menghasilkan efek yang diinginkan. Pendekatan ketiga, membangun kesadaran begaimana seseorang dapat menghasilkan efek yang diinginkan dan pendekatan ke empat melakukan penjelasan terhadap kegiatan yang baru dilakukan.
(3). Memperkenalkan kegiatan yang layak dan menarik.
Lakukanlah kegiatan yang menarik sesuai keinginan siswa. Jangan memaksakan suatu kegiatan dan berikanlah kebebasan kepada siswa untuk menolak atau menerima saran-saran yang diajukan. Proses belajar akan berjalan baik bila siswa terlibat secara langsung.
(4). Menciptakan pertanyaan-pertanyaan, masalah-masalah dan pemecahannya.
Metode pembelajaran saat ini sudah-mulai diarahkan pada kemampuan memecahkan permasalahan. Tetapi jarang diterapkan pentingnya perumusan masalah dan penciptaan pertanyaan permasalahan. Penciptaan pertanyaan dan perumusan masalah akan melatih siswa untuk mengenali permasalahan yang timbul di sekelilingnya dan berusaha untuk memecahkan masalah yang ada. Konstruksi pertanyaan dan permasalahan merupakan bagian paling penting dan kreatif yang diabaikan dalam pendidikan ilmu pengetahuan.
(5). Mengajak siswa untuk saling berinteraksi.
Menurut Piaget, pertukaran gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat di-ajarkan secara langsung, per-kembangkannya dapat distimulasi melalui interaksi dengan siswa pada tingkat yang sama. Para siswa hendaknya dianjurkan untuk memiliki pendapat sendiri, mengemukakannya, mempertahankannya dan merasa bertanggung jawab atasnya. Hal ini akhirnya memupuk ekuilibrasi, konstruktif dan membuat para siswa lebih cerdas dan termotivasi untuk terus belajar dibandingkan dengan belajar untuk jawaban benar saja.
(6). Menghindari istilah - istilah teknis dan menekankan untuk berfikir.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa bahasa dapat memperjelas dan memperkaya gagasan/ide para siswa pada tingkat perkembangan yang tinggi. Tetapi istilah-istilah teknis dalam pembelajaran seringkali merintangi alam fikir mereka karena mereka terpaku pada satu istilah saja tanpa memahami konsep dasar istilah tersebut.
(7). Menganjurkan siswa berpikir dengan cara mereka sendiri.
Ada kalanya siswa membandingkan hal yang salah namun mereka hendaknya tetap dianjurkan untuk berpikir dengan cara mereka sendiri. Sebagian intuisi mereka mungkin ada yang salah dan ada Juga yang benar. Yang perlu dilakukan ialah menelusuri ide yang mereka miliki dan mengkoordinasikannya agar para siswa terbiasa dengan proses berpikir itu sendiri.
(8). Perkenalan ulang (reintroduce).
Kegiatan yang dilakukan diatas diharapkan dapat merangsang daya tarik siswa terhadap suatu pelajaran. Dengan demikian konsep yang diajarkan haruslah mengaju pada materi yang dapat membantu siswa dalam memahami dunianya.
Dunia anak yang dimaksud ialah segala sesuatu yang dihadapi anak baik di rumah, di sekolah maupun di tempat bermain. Berkaitan dengan pengajaran di sekolah dasar, dunia anak merupakan segala sesuatu yang ada di masyarakat atau gejala-gejala sosial yang berada di sekitar lingkungan anak  baginya merupakan pertanyaan yang ingin dipecahkan dan akan segera dijawab dengan pengajaran yang berkenaan.
Sehubungan dengan hal tersebut, pemilihan metode mengajar pun harus sesuai dengan materi yang akan disampaikan dan membuat suasana belajar yang menyenangkan. Setiap kali mengajar, sesuai dengan pendekatan konstruktivisme, guru hendaknya menggunakan appersepsi untuk mengungkapkan pengetahuan awal siswa.
Hal ini akan mampermudah proses pembelajaran karena guru telah terlebih dulu mengetahui apa yang sudah ketahui oleh siswa sehingga dengan mudah guru dapat menyampaikan materi yang baru.
Read More... - Strategi Pembelajaran Guru

Bagi siswa Sekolah Dasar (SD), belajar akan lebih bermakna jika apa yang dipelajari berkaitan dengan pengalaman hidupnya sehingga mereka dapat memandang suatu objek yang ada dl lingkungannya segera.  Pemahaman seperti ini maka pendekatan yang digunakan dalam proses belajar adalah pendekatan kurikulum terpadu dimana berbagai materi akan dipadukan menjadi sajian materi yang kemudian akan diberikan kepada siswa.  Pembelajaran terpadu merupakan paket pengajaran yang menghubungkan berbagai konsep dari beberapa disiplin ilmu. Metode pembelajaran terpadu berorientasi pada keaktifan siswa, pengetahuan awal siswa sangat membantu dalam memahami konsep dan keberhasilan belajar.  Berdasarkan pengamatan dalam mengamati proses pembelajaran di SD, guru masih berorientasi pada siswa yang dijadikan objek bukan sebagai subjek dalam pembelajaran. Sehingga guru dalam proses ini mendominasi aktivitas belajar sedangkan siswa hanya menerima informasi dari guru secara pasif.  Keterlibatan siswa dalam proses belajar hanya sekadar mendengarkan dan bertanya apabila tulisarn atau suara guru kurang terdengar, tanpa dapat dengan aktif ikut mengembangkan materi yang didapatnya di sekolah dan menghubungkan materi tersebut dengan kejadian yang dialami sehari- hari. Hal ini seringkali terjadi pada proses pembelajaran materi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Guru mengajarkan materi dengan metode yang monoton, tanpa alat peraga, dan berkesan sangat membosankan sehingga siswa tidak tertarik untuk memperhatikannya. Terlebih lagi siswa terbiasa dengan pandangan bahwa materi dalam pelajaran IPS harus dihafalkan di luar kepala.  Dalam Kurikulum Pendidikan Dasar tahun 2006 dicanangkan fungsi dan tujuan ilmu sosial antara lain mengembangkan nilai dan sikap serta keterampilan sosial siswa untuk dapat menelaah kehidupan sosial yang dihadapi sehari-hari serta menumbuhkan rasa bangga dan cinta terhadap perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lalu hingga masa kini.  Berdasarkan fungsi dan tujuan di atas pembelajaran IPS sebaiknya dimulai dari lingkungan terdekat yang ada di sekitar siswa, mulai dari dirinya sendiri, keluarga, tetangga, lingkungan sekolah, masyarakat setempat kehidupan bernegara sampai menjadi bagian dari dunia. Tentunya dengan materi yang disesuaikan dengan dunia anak yang memandang dirinya sebagai pusat lingkungan yang merupakan suatu keseluruhan dengan pemaknaan secara holistik yang berangkat dari hal yang bersifat konkrit.  Untuk itu guru harus kreatif dalam mendesain metode pembelajaran yang disenangi dan bermakna bagi siswa sehingga siswa dapat menghubungkan konsep yang dipelajarinya dengan dunia anak dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan demikian diharapkan siswa dapat lebih mudah memahami materi yang diberikan.  Model pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep dapat dikatakan sebagai pendekatan belajar mengajar  yang melibatkan beberapa mata pelajaran memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Dalam pembelajaran terpadu siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami.  Pelaksanaan pendekatan pembelajaran terpadu bertolak dari suatu topik atau tema yang dipilih dan dikembangkan bersama oleh guru dan siswanya. Tujuan dari tema ini bukan untuk literasi mata pelajaran akan tetapi sebagai konsep-konsep dari mata pelajaran terkait dan dijadikan sebagai alat dan wahana untuk mempelajari dan mempelajari materi tertentu.  Menurut Fogarty (1991) pembelajaran terpadu dibedakan atas tiga model yaitu (1) model dalam satu disiplin ilmu yang meliputi tipe Connected dan Nested, (2) model antar bidang studi yang meliputi tipe Sequenced, Shared, Webbed, Threaded, dan Integrated, (3) model dalam lintas bidang studi yang meliputi tipe Immersed dan Networked. Metode pembelajaran terpadu memiliki ciri seperti (1) berpusat pada anak, (2) memberikan pengalaman langsung pada anak, (3) pemisahan antar bidang studi tidak begitu jelas, (4) menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam satu proses pembelajaran, (5) hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai minat dan kebutuhan anak.  Berdasarkan pemahaman tersebut, metode pembelajaran terpadu menjadi suatu pilihan terbaik dalam memberikan materi pembelajaran bagi siswa ditingkat SD. Penggunaan metode ini pada tingkat SD membantu siswa membiasakan diri untuk melihat, menanggapi, dan memecahkan masalah yang dihadapinya secara komprehensif.  Pembelajaran ini dapat dilaksanakan dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Perlu suatu penelitian yang dilakukan dalam bentuk kaji tindakan kelas (action research) bertujuan untuk memperbaiki kegiatan belajar mengajar di kelas dan mengembangkan pembelajaran terpadu model gabungan dalam pembelajaran IPS di SD dan aktivitas belajar siswa
Read More... - Model Pembelajaran IPS Terpadu

Pembelajaran menurut Resnik yang dikutip oleh Martorella 1991, dijelaskan sebagai berikut : Pembelajaran tidak dapat diartikan secara sederhana sebagai alih informasi pengetahuan dan ketrampilan ke dalam benak siswa. Pembelajaran yang efektif seyogyanya membantu siswa menempatkan diri dalam situasi di mana mereka mampu melakukarn konstruksi-konstruksi pemikirannya dalam situasi wajar, alami, dan mampu mengekpresikan dirinya secara tepat apa yang mereka rasakan dan mampu melaksanakannya.
Hal tersebut mengandung pengertian bahwa pembelajaran selain harus mampu memotivasi siswa untuk aktif, kreatif dan inovatif, juga hams disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa itu sendiri. Oleh karena itu dalam kurikulum pendidikan IPS sekolah dasar tahun 1994 butir 9 tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan GBPP (Depdikbud, 1993) dijelaskan bahwa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran guru hendaknya menerapkan prinsip belajar aktif, yakni pembelajaran yang melibatkan siswa secara fisik, mental (pemikiran, perasaan dan sikap sosial) serta sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Kenyataan di lapangan menunjukkan hal yang berbeda dengan konsep di atas, sehingga Sunal tahun 1990 menyimpulkan bahwa buku-buku teks IPS yang telah ditulis oleh para ahli, tidak menyajikan proses pembelajaran IPS yang dituntut oleh apa yang seharusnya dilakukan guru dan apa yang diinginkan siswa. Menurut Schug, Todd dan Beery, siswa menghendaki pembelajaran yang bersifat: group projects, field trips, independent work, less reading, discussions, clear examples, students planning, and challenging, learning experiences. Class activities, role playing; and stimulation.  Proses pembelajaran IPS di sekolah dasar selama ini lebih ditekankan kepada penguasaan bahan/materi pelajaran sebanyak mungkin, sehingga suasana belajar bersifat kaku, dan terpusat pada satu arah serta tidak memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar lebih aktif. Budaya belajar lebih ditandai oleh budaya hafalan dari pada budaya berfikir, akibatnya siswa menganggap bahwa pelajaran IPS adalah pelajaran hapalan saja.
Proses pembelajaran IPS di Sekolah Dasar terutama di kelas VI, tampak semakin kuat pengaruh untuk mempersiapkan siswa supaya berhasil dalam Ujian Nasional (UN) dengan mendapatkan skor yang tinggi. Kondisi itu tidak hanya tampak pada perilaku siswa, akan tetapi terutama pada guru dan kebijakan pimpinan sekolah, serta harapan orang tua. Akibatnya proses pembelajaran ditekankan kepada penguasaan bahan sebanyak-banyaknya, sehingga penggunaan metode ceramah lebih banyak dilakukan dan dipandang lebih efektif untuk mencapai tujuan tersebut, sedangkan penggunaan metode inkuiri yang dipandang sebagai inovasi dalam pembelajaran IPS terutama di Sekolah Dasar belum banyak dimasyarakatkan.
Menurut catatan penulis ada beberapa hambatan, mengapa sampai saat ini inovasi dalam pembelajaran IPS belum dapat dilaksanakan dengan baik. Hambatan-hambatan tersebut antara lain, adalah: 1) Hambatan keahlian dan akademik, 2) Hambatan fasilitas pendidikan, 3) Hambatan mutu buku pendidikan, dan 4) Hambatan administrasi dan manajemen.
Oleh karena itu, walaupun penggunaan model pembelajaran terpadu dipandang sebagi salah satu inovasi dalam pembelajaran IPS, akan tetapi guru tetap saja belum dapat melaksanakannya secara optimal.
Adapun keuntungan penggunaan model pembelajaran terpadu dalam pembelajaran IPS khususnya di sekolah dasar menurut Tim Pengembang PGSD (1996) adalah : (a) Pengalaman dan kegiatan belajar anak akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak, (b) Kegiatan yang dipilih sesuai dan bertolak dari minat dan kebutuhan anak, (c) Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak, sehingga hasil belajar akan dapat bertahan lebih lama, (d) Menumbuh kembangkan ketrampilan berfikir anak, (e) Menyajikan kegiatan bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui dalam lingkungan anak, (f) Menumbuh kembangkan ketrampilan sosial anak seperti, kerja sama, toleransi, komunikasi, dan respek terhadap gagasan orang lain. Pendapat di atas mengindikasikan bahwa penggunaan model pembelajaran terpadu selain sesuai karakteristik siswa sekolah dasar, juga sesuai dengan jati diri IPS dan peranan guru dalam proses pembelajaran.
Read More... - Proses Pembelajaran IPS di SD

Berikut ini dikemukakan pula prinsip-prinsip dalam pembelajaran terpadu yaitu meliputi : 1) prinsip penggalian tema, 2) prinsip pelaksanaan pembelajaran terpadu, 3) prinsip evaluasi dan 4) prinsip reaksi.
Prinsip penggalian tema antara lain : 1). Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan memadukan banyak bidang studi, 2). Tema harus bermakna artinya bahwa tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya 3). Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak. 4). Tema yang dikembangkan harus mampu mewadahi sebagian besar minat anak, 5). Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan penstiwa-peristiwa otentik yang terjadi dalam rentang waktu belajar, 6) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku, serta harapan dari masyarakat, 7). Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.
Prinsip pelaksanaan terpadu di antaranya : 1) guru hendaknya jangan menjadi “single actor “ yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar, 2) pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas  yang menuntut adanya kerjasarna kelompok, 3) guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam poses perencanaan.
Prinsip evaluatif adalah : 1). memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri di samping bentuk evaluasi lainnya, 2) guru perlu mengajak siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang telah disepakati dalam kontrak.
Prinsip reaksi, dampak pengiring (nuturan efek) yang penting  bagi perilaku secara sadar belum tersentuh oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. Karena itu, guru dituntut agar mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus bereaksi terhadap reaksi siswa dalam semua “event “ yang tidak diarahkan ke aspek yang sempit tetapi ke suatu kesatuan utuh dan bermakna.
Waktu pembelajaran terpadu bisa bermacam-macam yaitu : 1) pembelajaran terpadu yang dilaksanakan pada waktu tertentu, yaitu apabila materi yang dijalankan cocok sekali diajarkan secara terpadu; 2) Pembelajaran terpadu bersifat temporer, tanpa kepastian waktu dan bersifat situasional, dimana pelaksanaannya tidak mengikuti jadwal yang teratur, pelaksanaan pembalajaran terpadu secara spontan memiliki karakteristik dengan kegiatan belajar sesuai kurikulum yang isinya masih terkotak-kotak berdasarkan mata pelajaran.
Walaupun demikian guru tetap harus merencanakan keterkaitan konseptual atau antar pelajaran, dan model jaring laba-laba memungkinkan dilaksanakan dengan pembelajaran terpadu secara spontan (tim pengembang PGSD, 1996); (3) Ada pula yang melaksanakan pembelajaran terpadu secara periodik, misalnya setiap akhir minggu, atau akhir catur wulan. Waktu-waktunya telah dirancang secara pasti; (4) Ada pula yang melaksanakan pembelajaran terpadu sehari penuh. Selama satu hari tidak ada pembelajaran yang lain, yang ada siswa belajar dengan yang diinginkan. Siswa sibuk dengan urusannya masing-masing.
Pembelajaran ini dikenal dengan istilah “integrated day “ atau hari terpadu. Diawali dengan kegiatan pengelolaan kelas yang meliputi penyiapan aspek-aspek kegiatan belajar, alat-alat, media dan peralatan lainnya yang dapat menunjang terlaksananya pembelajaran terpadu. Dalam tahap perencanaan guru memberikan arahan kepada murid tentang kegiatan yang akan dilaksanakan, cara pelaksanaan kegiatan, dan cara siswa memperoleh bantuan guru.
Implikasi dari pembelajaran terpadu, bentuk hari terpadu, guru harus menentukan waktu maupun jumlah hari untuk pelaksanaan kegiatan tersebut dan dapat diisi dengan kegiatan pembelajaran terpadu model jaring laba-laba; (4) Pembelajaran terpadu yang terbentuk dari tema sentral.
Implementasinya menuntut dilakukannya pengorganisasian kegiatan yang telah terstruktur. Pengorganisasian pada awal kegiatan mencakup penentuan tema dengan mempertimbangkan alat, bahan, dan sumber yang tersedia, jenis kegiatan serta cara guru membantu siswa. Untuk pelaksanaanya guru bekerjasama dengan guru kelas lainnya dalam merancang kegiatan belajar mengajar dengan memilih tema sentral transportasi dalam kehidupan Dalam tulisan ini, bentuk pembelajaran terpadu dilaksanakan secara periodik.
Read More... - Prinsip-prinsip Pembelajaran Terpadu

Model pembelajaran cooperative learning adalah salah satu model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran (student oriented). Dengan suasana kelas yang demokratis, yang saling membelajarkan memberi kesempatan peluang lebih besar dalam memberdayakan potensi siswa secara maksimal.
Model pembelajaran cooperative learning akan dapat memberikan nunasa baru di dalam pelaksanaan pembelajaran oleh semua bidang studi atau mata pelajaran yang diampu guru. Karena pembelajaran cooperative learning dan beberapa hasil penelitian baik pakar pendidikan dalam maupun luar negeri telah memberikan dampak luas terhadap keberhasilan dalam proses pembelajaran. Dampak tersebut tidak saja kepada guru akan tetapi juga pada siswa, dan interaksi edukatif muncul dan terlihat peran dan fungsi dari guru maupun siswa.
Peran guru dalam pembelajaran cooperative learning sebagai fasilitator, moderator, organisator dan mediator terlihat jelas. Kondisi ini peran dan fungsi siswa terlihat, keterlibatan semua siswa akan dapat memberikan suasana aktif dan pembelajaran terkesan de-mokratis, dan masing-masing siswa punya peran dan akan memberikan pengalaman belajarnya kepada siswa lain.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa keuntungan yang diperoleh baik oleh guru maupun siswa di dalam pelaksanaan pembelajaran menggunakan model cooperative learning.
Pertama, melalui cooperative learning menimbulkan suasana yang baru dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan sebelumnya hanya dilaksanakan model pembelajaran secara konvensional yaitu camah dan tanya jawab. Metode tersebut ternyata kurang memberi motivasi dan semangat kepada siswa untuk belajar. Dengan digunakannva model cooperative learning, maka tampak suasana kelas menjadi lebih hidup dan lebih bermakna
Kedua, membantu guna da-lam mengidentifikasikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan mencarikan alternatif pemecahannya. Dari hasil penelitian tindakan pelaksanaan cooperative learning dengan diskusi kelompok ternyata mampu membuat siswa terlibat aktif dalam kegiatan belajar.
Ketiga, penggunaanya cooperative learning merupakan suatu model yang efektif untuk menge-mbangkan program pembelajaran terpadu. Dengan cooperative learning siswa tidak hanya dapat mengembangkan kemampuan aspek kognitif saja melainkan mampu mengembangkan aspek afektif dan psikomotor.
Keempat, dengan melalui cooperative learning, dapat me-ngembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan reflektif. Hal ini dikarenakan kegiatan pembelajaran ini lebih banyak berpusat pada siswa, sehingga siswa diberi kesempatan untuk turut serta dalam diskusi kelompok. Pemberian motivasi dari teman sebaya ternyata mampu mendorong semangat siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya. Terlebih lagi bila pembahasan materi yang sifatnya problematik atau yang bersifat kontroversial, mampu merangsang siswa me-ngembangkan kemampuan berpikirnya
Kelima, dengan cooperative learning mampu mengembangkan kesadaran pada diri siswa terhadap permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di lingkungan sekitarya. Dengan bekerja kelompok maka timbul adanya perasaan ingin membantu siswa lain yang mengalami kesulitan sehingga mampu me-ngembangkan sosial skill siswa. Disamping itu pula dapat me-latih siswa dalam me-ngembangkan perasaan empati maupun simpati pada diri siswa.
Keenam, dengan cooperative learning mampu melatih siswa dalam berkomunikasi seperti berani mengemukakan pendapat, berani dikriik, maupun menghargai pendapat orang lain. Komunikasi interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa menimbulkan dialog yang akrab dan kreatif.
Dari beberapa keuntungan dari model pembelajaran cooperative learning di atas, maka jelaslah bagi kita bahwa keberhasilan suatu proses pendidikan dan pengajaran salah satunya ditentukan oleh kemampuan dan ketera-mpilan guru dalam menggunakan strategi dan model pembelajaran yang digunakannya. Salah satu model yang dapat memberikan dampak terhadap keberhasilan siswa adalah melalui model pembelajaran koperatif atau cooperative learning.
Read More... - Efektifitas Model Pembelajaran Cooperative Learning

BANYAK model pengajaran dan pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru di dalam memberikan pembelajaran kepada siswanya. Penggunaan berbagai macam model pembelajaran akan dapat memberikan kesan positif terhadap hasil belajar siswanya, dan dari berbagai penelitian yang dilaksanakan oleh pakar pendidikan, pemerhati pendidikan, praktisi pendidikan dan mahasiswa tahun terakhir di mana mereka dipersyaratkan membuat atau menyusun tugas akhir, baik sarjana, magister atau Doktor, sepakat bahwa apabila guru menggunakan model pembelajaran yang tepat dan mampu memberikan dampak terhadap dominasi siswa dalam belajar seperti kreatif, aktif, inovatif dan menimbulkan suasana menyenangkan. Maka, akan berdampak positif terhadap hasil belajar yang dicapai siswanya.
Salah satu dari model pembelajaran yang dapat digunakan dan dimplementasikan oleh guru apa yang disebut model pembelajaran Inkuairi. Inkuiri berasal dari kata inquire yang berarti me-nanyakan, meminta keterangan, atau penyelidikan, dan inkuiri berarti penyelidikan. Siswa diprogramkan agar selalu aktif secara mental maupun fisik.
Materi yang disajikan guru bukan begitu saja diberikan dan diterima oleh siswa, tetapi siswa diusahakan sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh berbagai pengalaman dalam rangka menemukan sendiri” konsep-konsep yang direncanakan oleh guru.
Menurut Carin dan Sund (1975), yang dimaksud dengan inkuiri ialah The process of investigasing a problem. Inquiry differs from problem solving in that an individual may origainate the problem and develop his own strategies for obtaining information. Unlike problem solving there is not set pattern to inquiry. An individual may be be involved in may methods of obtaining information and be may take intuitive aporoaches to the problem. The and product of inquiry may result in a to the problem. The end product of inquiry may result in a discovery.
Inkuiri adalah suatu model yang digunakan dalam pembelajaran baik untuk mata pelajaran matematika dan sains, maupun sosial sains dan mengacu pada suatu cara untuk mempertanyakan, mencari pengetahuan, informasi atau mempelajari suatu gejala. Demikian pula apa yang dikatakan Wayne Welch berpendapat bahwa metode penyelidikan ilmiah sebagai proses inkuiri. Ia juga mengidentifikasi lima sifat dari proses inkuiri, yaitu pengamatan, pengukuran, eksperimentasi, komunikasi, dan proses-proses mental.
Dalam pembelajaran Matematika Sains dan Sosial Sains dengan pembelajaran inkuiri, guru harus membimbing siswa terutama siswa yang belum pernah mempunyai pengalaman belajar dengan kegiatan-kegiatan inkuiri. Atas dasar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, W.R Romey (1968) membedakan inkuiri menjadi dua tingkat, yaitu : (a) Inkuiri dengan aktivitas terstruktur. Dalam inkuiri dengan “Aktivitas terstruktur” siswa memperoleh petunjuk-petunjuk lengkap yang mengarahkan pada prosedur yang didesain untuk memperoleh sesuatu konsep atau prinsip tertentu; (b) Inkuiri dengan aktivitas tidak terstruktur. Dalam inkuiri dengan “Aktivitas Tidak Terstruktur”, hanya terdapat penyajian masalah, dan siswa secara bebas memilih dan menggunakan prosedur-prosedur masing-masing, menyusun data yang diperolehnya, menganalisisnya dan kemudian menarik kesimpulan. Sedangkan Carin dan Sund berpendapat bahwa pembelajaran model inkuiri mencakup inkuiri induktif terbimbing dan tak terbimbing, inkuiri deduktif, dan pemecahan masalah. Diantara model-model inkuiri yang lebih cocok untuk siswa-siswa paa peringkat pendidikan dasar dan menengah adalah inkuiri induktif terbimbing, dimana siswa terlibat aktif dalam pembelajaran tentang konsep atau suatu gejala melalui pengamatan, pengukuran, pengumpulan data untuk ditarik kesimpulan. Pada inkuiri induktif terbimbing, guru tidak lagi berperan sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi, tetapi guru membuat rencana pembelajaran atau langkah-langkah percobaan.
Siswa melakukan percobaan atau penyelidikan untuk menemukan konsep-konsep yang telah di-tetapkan guru.Memang, di dalam pelaksanaan dan penggunaan model pembelajaran inkuiri akan terlaksana dengan efektif dan efisien, manakala gurunya memahami betul seluk beluk tentang model pembelajaran inkuiri. Model pembelajaran inkuri tidak akan efektif, bila guru tidak mengenal lebih detil bagaimana hakiki dan proses pembelajaran inkuiri tersebut. Oleh karena itu, sangat dituntut kepada guru untuk memahami dan mengenal betul bagaimana langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran ini. Hasil pembelajaran guru akan efektif dan optimal bilamana guru mengenal lebih dalam tentang model pembelajaran ini, dan tentunya model pembelajaran ini akan efektif bila guru secara terus menerus me-lakukan dalam pembelajaran. Tidak mungkin akan efektif, jika guru hanya sekali-sekali menggunakannya, hasil akan nampak bilamana guru menggunakannya berulang-ulang kali. Semoga.
Read More... - Inkuiri Terbimbing

Selama ini kita menyadari bahwa kelas-kelas kita tidak produktif. Sehari-hari kelas hanya diisi  dengan ceramah, sementara siswa dipaksa menerima dan menghafal materi pelajaran yang diberikan.
Dengan pendekatan kontekstual (CTL) yang mengutamakan strategi belajar daripada hasil, siswa  diharapkan belajar melalui ‘mengalami’ dengan mengkonstruksi pengetahuan yang dimilikinya dan  menerapkan pada situasi dunia nyata siswa, dapat mengubah anggapan kelas yang kurang produktif  menjadi kelas yang aktif dengan pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning).
Proses pembelajaran di kelas menjadi aktif dan kreatif, karena siswa membangun sendiri  pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif di kelas, jadi siswa menjadi pusat kegiatan bukan  guru. Kegiatan inquiry dan bertanya merupakan salah satu strategi dalam model pembelajaran  kontekstual atau CTL  untuk menggali sifat ingin tahu siswa. Selain itu keberadaan masyarakat  belajar menjadi nilai plus dalam pembelajaran karena siswa tidak belajar sendiri tetapi saling  bekerja sama (belajar dengan kelompok-kelompok) agar pengetahuan dan  pemahaman lebih mendalam.
Sehingga menimbulkan kegairahan belajar siswa karena adanya kebersamaan dalam memecahkan masalah,  siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang lemah.
Kemudian adanya pemodelan sebagai contoh pembelajaran dapat meningkatkan semangat siswa untuk  mencoba meniru seperti apa yang telah dilihatnya, dengan demikian siswa tidak mengalami kesulitan  dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Dalam pendekatan kontekstual refleksi merupakan peranan  penting, yaitu siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan baru  yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Dengan begitu, siswa merasa  memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru saja dipelajarinya.
Yang terakhir, adanya authentic assessment untuk menilai kemampuan yang dimiliki siswa tidak  hanya dari hasil ulangan tetapi dari kegiatan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran di  kelas. Guru yang ingin mengetahui perkembangan belajar Bahasa Inggris bagi para siswanya harus  mengumpulkan data dari kegiatan nyata saat para siswa menggunakan Bahasa Inggris bukan pada saat  para siswa mengerjakan tes Bahasa Inggris. Jadi siswa semakin tertarik dengan pembelajaran model kontektual atau CTL karena mereka memperoleh nilai tambahan dari kegiatan pembelajarannya di  kelas yang dapat mempengaruhi nilai akhirnya.
Dengan demikian, hasil belajar siswa sebagai tolak ukur yang harus diuji kebenarannya. Untuk  hal ini hasil belajar siswa yang menempuh proses belajar mengajar dengan model pembelajaran  kontektual atau CTL diperbandingkan dengan hasil belajar siswa yang menempuh proses belajar  mengajar dengan model pembelajaran konvensional. Hasil analisis data dalam penelitian ini  menunjukkan bahwa siswa yang menempuh proses belajar mengajar dengan model pembelajaran model kontektual atau CTL hasil belajarnya berbeda secara signifikan dan lebih baik daripada siswa yang  menempuh proses belajar mengajar dengan model pembelajaran konvensional.
Perbedaan hasil belajar tersebut ditunjukkan oleh rata-rata hasil belajar, antara kelompok  siswa yang menempuh proses belajar mengajar dengan model pembelajaran kontektual CTL dengan siswa  yang menempuh proses belajar mengajar dengan model pembelajaran konvensional. Seperti hasil  sebuah kajian bahwa hasil t-test sebesar 1,855 dan t tabel sebesar 1,69 menerima hipotesis  penelitian yang menyatakan siswa yang menempuh proses belajar mengajar dengan model pembelajaran  kontektual atau CTL hasil belajarnya lebih baik daripada siswa yang menempuh proses belajar  mengajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.
Dengan demikian tidak diragukan lagi oleh guru, bahwa model pembelajaran kontektual atau CTL  lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran tradisional. Maka dari itu, kiranya guru dapat  mengaplikasikan model ini dalam pembelajaran yang dilakukan guru. Guru pada dasarnya juga dapat  menguji dan meneliti bagaimana dampak model pembelajaran kontektual dapat memberikan hasil  maksimal bagi siswa, apakah itu benar ?, dan jangan guru terpancing dengan temuan-temuan  peneliti, dan guru juga harus dapat menguji dengan melalui penelitian tindak kelas atau action  research classroom.Kalau benar, maka tentunya guru akan menggunakan dalam pembelajarannya, dan  tentunya guru juga harus menularkan kepada guru-guru lainnya yang masih berkutat kepada model  pembelajaran tradisional. Semoga***
Read More... - Pembelajaran Konstektual dan Motivasi Siswa

KONSEP belajar aktif sudah dikembangkan oleh Confusius, 2400 tahun yang silam dengan mengemukakan teori sebagai berikut, selanjutnya Mel Silberman dalam bukunya  ” Active Learning ”, 101 Strategi Pembelajaran Aktif, 2002 mengembangkan pernyataan Confusius  Belajar Aktif sebagai berikut :
Apa yang saya dengar saya lupa.Apa yang saya lihat saya ingat sedikitApa yang saya dengar, lihat dan diskusikan saya mulai mengertiApa yang saya lihat, dengar, diskusikan dan kerjakan saya dapat pengetahuan dan ketram-pilanApa yang saya ajarkan saya kuasai. Setiap siswa mempunyai gaya yang berbada dalam belajar. Perbedaan yang dimiliki siswa tersebut oleh Bobbi  Deporter ( 1992 ) dinamakan sebagai unsur modalitas belajar. Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru harus memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar tehadap gaya belajar siswa.
Dalam proses pembelajaran konvensional, hal ini sering terlupakan sehingga proses pembelajaran tak ubahnya sebagai proses pemaksaan kehendak, yang menurut Paulo Freire sebagai sistem penindasan. Kearifan siswa tidak saja dalam menerima informasi tetapi juga dalam memproses informasi tersebut secara efektif, otak membantu melaksanakan refleksi baik secara eksternal maupun internal.
Belajar secara pasif tidak ” hidup ”, karena siswa mengalami proses tanpa rasa ingin tahu, tanpa pertanyaan dan tanpa daya tarik pada hasil, sedangkan secara aktif siswa dituntut mencari sesuatu sehingga dalam pembelajaran seluruh potensi siswa akan terlibat secara optimal.Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru manakala menggunakan model pembelajaran kontekstual :1. Siswa dalam pembelajaran dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang sementara berada pada tahap – tahap perkem-bangan.  Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tikat per-kembangan dan pengalaman me-reka. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai  instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkem-bangannya.
2. Siswa memiliki kecenderungan untuk belajar  hal baru dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal – hal yang dianggap aneh dan baru. Oleh karena itulah belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian, guru berperan dalam memilih bahan bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.
3. Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal – hal yang baru dengan hal – hal yang sudah di ketehui. Dengan demikian, peranan guru adalah membantu agar setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya.
4.Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada ( asimilasi ) atau proses pembentukan skema ratu atau ( akomodasi ), dengan demi-kian tugas guru adalah memfasilitasi ( mempermudah ) agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi. Pendekatan pembelajaran kontekstual atau CTL diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalaminya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi kehidupannya nanti. Dalam kelas kontekstual, guru berusaha membantu siswa mencapai tujuan.
Maksudnya guru lebih bannyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Pengetahuan dan ketrampilan diperoleh dengan menemukan sendiri bukan apa kata guru. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide – ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi – strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa tangga yang dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut. Semoga***
Read More... - Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran Kontekstual

KITA banyak sudah berbicara tentang model pembelajaran kontekstual, kita juga sudah berbicara perbedaan antara model pembelajaran kontekstual dengan model pembelajaran tradisional, kita sudah beberkan pula keuntungan dan kelebihan dari model pembelajaran kontekstual.
Tidak hanya sampai di situ, dari banyak penelitian dan hasil kajian dari Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan, baik oleh dosen, LSM, guru maupun mahasiswa, menunjukkan bahwa model pembelajaran kontekstual dapat kita lakukan di dalam proses pembelajaran.
Selanjutnya dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan, bahwa model pembelajaran kontekstual hasil belajar siswa, motivasi siswa dalam belajar, sikap siswa dalam belajar, keterampilan kritis dan keterampilan sosial para pelajar lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran tradisional yang dilaksanakan oleh guru.
Banyak para peneliti menyampaikan rekomendasinya kepada pengambil kebijakan katakanlah birokrasi pendidikan untuk memberikan pernjelasan dan sosialisasi kepada guru supaya guru menggunakan model pembelajaran kontekstual ini dalam pembelajarannya, dan sudah waktunya guru meninggalkan model-model pembelajaran yang ku-rang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif, kreatif dan inovatif. Dengan upaya-upaya yang sudah dilakukan, baik oleh peneliti, pengambil kebijakan, pelaksana pendidikan, akan dapat memberikan dampak dan upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Pelaksanaan pembelajaran kontekstual ini dapat dilakukan oleh semua guru tanpa kecuali, kemudian dapat dilakukan terhadap semua tingkat dan jenis pendidikan. Tentunya masalah dan konsep yang diketengahkan harus sesuai dengan tingkat dan level satuan pendidikan. Untuk tingkat pendidikan anak usia dini berbeda dengan tingkat pendidikan dasar, demikian pula pendidikan dasar berbeda pula dengan pendidikan menengah.
Kita berharap kiranya pengelola pendidikan di kelas, mau dan menyadari bahwa model pembelajaran ini baik, dan kami memberikan rekomendasi kepada berbagai pihak yang terlibat langsung dengan masalah pendidikan dan pengajaran.
Pihak-pihak tersebut memiliki ikatan batin dan bertanggungjawab secara moral di dalam mewujudkan pendidikan bermutu sebagaimana yang diharapkan kita bersama.
Rekomendasi yang perlu kami sampaikan :
(1) Kepada Guru di semua tingkat, jenis baik pada Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar (SD/SMP, dan Pendidikan Menengah bahkan Pendidikan Tinggi hendaknya dapat mengembangkan kualifikasi dan kualitas profesinya. Dengan demikian eksplorasi pustaka dan eksperimen empirik tentang model pembelajaran kontekstual terus dilaksanakan pada setiap pembelajaran yang dilakukannya.
Kreativitas dalam melaksanakan pembelajaran diantaranya dengan menerapkan pendekatan belajar mengajar model kontekstual atau CTL dalam setiap mata pelajaran,
(2) Kepada para Guru disampaikan untuk senantiasa bersikap terbuka terhadap inovasi dan merespon secara aktif dan kreatif setiap perkembangan pendidikan, sehingga apa yang dilakukan terhadap siswa benar-benar dapat berguna, baik bagi kehidupannya sendiri maupun orang lain,
(3) Kepada Kepala sekolah agar dapat mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh Guru dan mengadakan pemantauan atau monitoring dan evaluasi secara rutin dengan tujuan untuk mengingatkan para guru agar dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan baik serta tercapai peningkatan kegiatan pembelajar agar lebih optimal,
(4) Kepada Instansi atau Lembaga yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran di sekolah, disarankan untuk mengadakan pendidikan dan pelatihan, serta workshop sehingga sosialisasi dapat merata, dan tidak ada lagi guru-guru yang tidak mengetahui dan memahami khusus tentang pelaksanaan pembelajaran model pembelajaran kontesktual kepada para Guru, sehingga para Guru dapat bekerja dengan lebih baik dan profesional yang nantinya dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, dan
(5) Kepada Depdiknas, Dinas Pendidikan, Perguruan Tinggi (LPM, Lemlit, Jurusan atau program studi yang ada di LPTK, media massa dan lembaga lain yang terkait untuk melakukan kegiatan-kegiatan pelatihan berkenaan dengan model pembelajaran kontekstual yang tujuannya adalah meningkatkan kemampuan dan ketrampilan guru. Semoga ***
Read More... - Perlu Diketahui Guru

AKTIVITAS proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Tugas utama seseorang guru ialah mendidik dengan menggunakan mengajar sebagai pelaksanaan tugasnya, siswa aktif belajar sebagai dampaknya, perubahan pola pikir dan perilaku sesuai dengan yang diharapkan sebagai hasilnya (Sahabuddin, 199S). Tanggung jawab keberhasilan pendidikan berada di pundak guru. Olehnya itu, untuk menjadi seorang guru harus melalui pendidikan dan latihan khusus serta dengan keahlian khusus.
Perubahan peran guru yang tadinya sebagai penyampai penyetahuan dan pengalih pengetahuan dan pengalih keterampilan, serta merupakan satu-satunya sumber belajar, berubah peran menjadi pembimbing, Pembina, pengajar, dan pelatih, yang berarti membelajarkan. Dalam kegiatan pembelajaran, guru akan bertindak sebagai fasilisator yang bersikap akrab dengan penuh tanggung jawab, serta memperlakukan peserta didik sebagai mitra dalam menggali dan mengolah informasi menuju tujuan belajar mengajar yang telah direncanakan (Tangyong, 1996).
Beratnya tanggung jawab bagi guru menyebabkan pekerjaan guru harus memerlukan keahlian khusus. Untuk itu pekerjaan guru tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang diluar bidang pendidikan, sehingga profesi guru paling mudah terkena pencemaran.
Guru dalam melaksanakan tugas profesinya diperhadapkan pada berbagai pilihan, seperti cara bertindak bagaimana yang paling tepat, bahan belajar apa yang paling sesuai, metode penyajian bagaimanayang paling efektif, alat bantu apa yang paling cocok, langkah-langkah apa yang paling efisien, sumber belajar mana yang paling lengkap, system evaluasi apa yang paling tepat, dan sebagainya (Sahabuddin, 1995).
Guru sebagai pelaksana tugas otonom, harus dapat menentukan pilihannya dengan mempertimbangkan semua aspek yang relevan atau menunjang tercapainya tujuan. Dalam hal ini gugu bertindak sebagai pengambil keputusan.
Guru sebagai pihak yang ber-kepentingan secara operasional dan mental harus dipersiapkan dan ditingkatkan profesionalnya, karena hanya dengan demikian kinerja mereka dapat efektif, Apabila kinerja guru efektif maka tujuan pendidikan akan tercapai. Yang dimaksud dengan profesionalisme disini adalah kemampuan dan keterampilan guru dalam merencanakan, melaksanakan pengajaran dan keterampilan guru merencanakan dan melaksanakan evaluasi hasil belajar siswa.
Mengingat pentingnya profesionalisme guru dalam pencapaian tujuan pendidikan utamanya pada skala tingkat institusional, maka perlu adanya pelatihan dan profesionalisme guru, sehingga dapat diperoleh hasil penelitian yang bisa dijadikan masukan dalam membuat dan melaksanakan kebijakan di bidang pendidikan terutama pada tingkat sekolah dasar sampai menengah baik negeri maupun swasta.
Sejalan dengan itu berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru Upaya tersebut antara lain direalisasikan melalui berbagai macam pelatihan. Hasil penelitian yang mengkaji tentang profesionalisme guru seperti dilakukan oleh Tomajahu (2002), menunjukkan adanya perbedaan kemampuan kompetisi mengajar guru yang sering mengikuti pelatihan dengan yang jarang serta pengalaman kerja guru dalam mempengaruhi kompetensinya.
Motivasi lain yang mendorong perlunya dilakukan pelatihan, pelatihan tersebut sangat berkait erat dengan bidang ilmu yang ditekuni, selanjutnya pelatihan hendaknya difokuskann kepada proses pembelajaran, metodologi pembelajaran, pendayagunaan ICT, pelaksanaan system evaluasi. Tak kalah pentingnya adalah pelatihan yang berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum yang berlaku, dan saat ini sedang di-kembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kita menyadari bahwa kurikulum tingkat satuan pendidikan belum seluruhnya diketahui oleh guru. Batas waktu implementasi secara menyeluruh ditetapkan pada tahun 2009. Maka kiranya akan menjadi perhatian pemerintah dan pemerintah daerah, sehingga pada waktu diterapkan semua persoalan tentang kurkulum ini tidak menimbulkan masalah lagi.
Selanjutnya, tentunya pelatihan yang berkenaan dengan silabus dan perangkat lainnya, karena kita menginginkan ke depan guru kita lebih professional, dan guru diharapkan memiliki kemampuan untuk menjalankan  fungsi dan perannya sebagai  seorang professional. Semoga ***
Read More... - Tak Mudah Menjadi Guru

SALAH satu proses pembelajaran yang berorientasi siswa (student oriented) antara lain adalah model inkuiri. Kata inkuiri berasal dari bahasa Inggris, yaitu kata kerja intransitive yang sama artinya dengan to investigate, kemudian kata itu berkembang menjadi kata benda inquiry yang memiliki makna sama dengan investigation (Hornby, 1981). Echols dan Shadly (1986) memberikan batasan terhadap kata to inquire yang berarti “menyelidiki” kemudian ber-kembang menjadi kata benda inqury yang berarti “penyelidikan”.
Kemudian kata inquiry digunakan sebagai istilah model pembelajaran yang dikembangkan oleh Suchman (1962) yang dikenal dengan model pelatihan inkuiri. Model ini merupakan salah satu bentuk mengajar yang diambil oleh Joice dan Well (1967) dari Suchman. Menurut model ini siswa dituntun pada fenomena penyelidikan yang didasarkan pada konfrontasi intelektual yang dilakukan partisipan aktif dalam penyelidikan ilmiah.
Gambaran diatas menggambarkan bahwa semua mata pelajaran bisa menggunakan model ini apabila guru mampu memformulasikan isi kurikulum pada suatu masalah yang dikembangkan pada situasi yang akan diselidiki siswa. Model pembelajaran inquiri ini berorientasi pada suatu perkembangan jiwa siswa secara mandiri dengan menggunakan metode ilmiah dan memanfaatkan karakteristik jiwa anak sebagai partisipan aktif dalam penyelidikan ilmiah yang mempunyai keingintahuan. Dalam hal ini tugas guru adalah membimbing dengan menggunakan metode ilmiah sehingga diharapkan siswa akan menemukan sesuatu yang baru berdasarkan penyelidikannya sendiri.
Model pembelajaran inkuiri ini dimulai dengan menghadirkan situasi penuh teka-teki bagi siswa yang akan termotivasi untuk mencari pemecahannya apabila mereka dihadapkan pada suatu masalah yang membingungkan. Situasi ini harus dimanfaatkan untuk menerapkan prosedur penyelidikan. Model pembelajaran inkuiri dapat digunakan pada semua tingkatan usia, mulai dari anak-anak sampai dengan dewasa. Dalam kenyataan, baik disadari atau tidak, guru sering melaksanakan model ini walaupun pada tingkat yang lebih sederhana, yaitu inkuiri yang ditekankan pada pencapaian hasil. Misalnya guru menyuruh siswa menebak benda di dalam kotak dengan mengajukan pertanyaan menuju kearah penyelidikan. Model pelatihan inkuiri untuk dewasa ditekankan pada pencapaian konsep.
Sebagai contoh dalam pengajaran mata pelajaran geografi banyak metode yang bisa digunakan, misalnya metode langsung atau audi visual. Metode yang betul-betul mengandalkan penyelidikan dalam pembelajaran geografi sangat penting dilakukan untuk lebih memahami konsep dan aplikasinya di kehidupan sehari-hari siswa. Dengan demikian pembelajaran yang berorientasi siswa betul-betul dapat terlaksana dengan baik. Menurut Hidayat (1997) mengemukakan tiga komponen utama yang perlu diperhatikan dengan hal tersebut , yaitu : (1) Lingkungan siswa, termasuk manusia disekitarnya, sebagai lapangan penyelidikan, (2) proses penyelidikan, (3) Penjelmaan siswa, yang dimanifestasikan dalam kemampuan memahami lingkungan yang ada disekitarnya.
Ketiga komponen inilah yang ditransfer ke dalam kelas sebagai asas strategi penyelidikan dalam pembelajaran geografi. Lingkungan yang berada di sekitar siswa (rumah tinggalnya/sekolah) ditransformasikan ebagai sumber data, kemudian temuannya dijadikan bahan memecahkan masalah geografi yang sedang ditekuninya. Oleh karena itu, guru yang menggunakan model pelatihan inkuiri harus mempersiapkan data “kegeografian” yang sesuai dengan tujuan pembelajarannya baik berupa gambar/foto atau sumber data lain yang diperoleh dari berbagai sumber informasi. Guru harus membimbing siswa mengadakan penyelidikan dan mengolah data yang tersedia. Selain itu guru harus meneliti hasilnya bersama-sama dengan siswa. Guru juga harus bisa mimilih pokok bahasan/materi yang dapat menggunakan model ini. Perlu diingat tidak semua pokok bahasan dan standar kompetensi dapat menggunakan model ini. Karena kemungkinan buku paket yang tersedia tidak dirancang untuk model pelatihan inkuiri.
Pengajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas, yaitu aktivitas mengajar dan aktivitas belajar. Pengajaran geografi akan berjalan dan berhasil dengan baik manakala mampu mengubah diri peserta didik (siswa) selama ia terlibat di dalam proses pengajaran itu, dan dapat dirasakan manfaatnya secara langsung. Dalam pembelajaran memerlukan media yang sesuai, karena faktor yang me-nyebabkan rendahnya kualitas pembelajaran antara lain belum dimanfaatkannya sumber belajar secara maksimal, baik oleh guru maupun oleh siswa (peserta didik). Sumber belajar yang dimaksud tentunya bukan hanya buku paket tetapi lingkungan sekitar sekolah atau siswa dapat dijadikan sebagai sumber belajar sekaligus media pembelajaran.
Sehubungan dengan itu model inkuiri diharapkan mampu memanfaatkan lingkungan sekolah dan siswa sebagai sumber belajar yang efektif. Dengan demikian mata pelajaran geografi yang dianggap mata pelajaran yang hanya mengandalkan hapalan dapat diubah menjadi mata pelajaran yang menyenangkan sekaligus meningkatkan kemampuan nalar siswa. Semoga.
Read More... - Model Inkuri Sebagai Alternatif

DALAM model pembelajaran inkuiri guru mesti mampu menciptakan kelas sebagai laboratorium demokrasi, supaya pelajar terlatih dan terbiasa berbeda pendapat. Kebiasaan ini penting dikondisikan sejak di bangku sekolah, agar pelajar memiliki sikap jujur, sportif dalam mengakui kekurangannya kendiri dan siap menerima pendapat orang lain yang lebih baik, serta mampu mencari penyelesaian masalah.
Peranan guru dalam pelaksanaan pembelajaran inkuiri adalah sebagai fasilitator, mediator, director-motivator, dan evaluator. Sebagai fasilitator seorang guru mesti memiliki sikap-sikap sebagai berikut (Roger dalam Djahiri, 1980) : 1) Mampu menciptakan suasana bilik darjah yang nyaman dan menyenangkan,
2) Membantu dan mendorong pelajar untuk mengungkapkan dan menjelaskan keinginan dan pembicaraannya baik secara individual maupun kumpulan,
3) Membantu kegiatan-kegiatan dan me-nyediakan sumber atau peralatan serta membantu kelancaran belajar mereka,
4) Membina siswa agar setiap orang merupakan sumber yang bermanfaat bagi yang lainnya,
5) Menjelaskan tujuan kegiatan pada kelompok dan mengatur penyebaran dalam bertukar pendapat.
Sebagai mediator, guru berperan sebagai penghubung dalam menjembatani mengaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas melalui pembelajaran koperatif dengan permasalahan yang nyata ditemukan di lapangan. Peranan ini sangat penting dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) yaitu istilah yang dikemukakan oleh Ausubel untuk menunjukan bahan yang dipelajari memiliki kaitan makna dan wawasan dengan apa yang sudah dimiliki oleh siswa sehingga mengubah apa yang menjadi milik siswa. (Hasan, 1996).
Disamping itu juga, guru berperan dalam menyediakan sarana pembelajaran, agar suasana belajar tidak monoton dan membosankan. Dengan kreativitasnya, guru dapat mengatasi keterbatasan sarana sehingga tidak menghambat suasana pembelajaran di kelas.
Sebagai Director-Motivator, Peran ini sangat penting karena mampu membantu kelancaran diskusi kumpulan, Guru berperan dalam membimbing serta mengarahkan jalannya diskusi, membantu kelancaran diskusi tapi tidak memberikan jawaban.
Disamping itu sebagai motivator guru berperan sebagai pemberi semangat pada siswa untuk aktif berpartisipasi. Peran ini sangat pentng dalam rangka memberikan semangat dan dorongan belajar kepada siswa dalam mengembangkan keberanian siswa baik dalam mengembangkan keahlian dalam bekerjasama yang meliputi mendengarkan dengan seksama, mengembangkan rasa empati. maupun berkomunikasi saat bertanya, mengemukakan pendapat atau menyampaikan permasalahannya.
Menurut Gulo (2002), peranan utama guru dalam menciptakan kondisi pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut: (a)  Motivator, yang memberikan rangsangan supaya siswa aktif dan gairah berpikir,
(b) Fasilitator, yang menunjukkan jalan keluar jika ada hambatan dalam proses berpikir siswa,
(c) Penanya, untuk menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka perbuat dan memberikan keyakinan pada diri sendiri,
(d) Administrator, yang bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan di dalam kelas,
(e) Pengarah, yang memimpin arus kegiatan berpikir siswa pada tujuan yang diharapkan,
(f) Manajer, yang mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas,
(g) Rewarder, yang memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai dalam rangka peningkatan semangat heuristik pada siswa.
Menurut Memes (2000), ada enam langkah yang diperhatikan dalam model pembelajaran inkuiri terbimbing, yaitu : (1) Merumuskan masalah,
(2) Membuat hipotesa,
(3) Merencanakan kegiatan,
(4) Melaksanakan kegiatan,
(5) Mengumpulkan data,
(6) Mengambil kesimpulan.
Enam langkah pada inkuiri terbimbing ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
Para siswa akan berperan aktif melatih keberanian, berkomunikasi dan berusaha mendapatkan pengetahuannya sendiri untuk memecahkan ma-salah yang dihadapi. Tugas guru adalah mempersiapkan skenario pembelajaran sehingga pembelajarannya dapat berjalan dengan lancar.
Dengan pemahaman terhadap langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran imkuiri ini, maka guru sudah harus memulai dari sekarang bagi guru-guru yang baru mengetahui dan mempelajari model pembelajaran ini. Demikian pula bagi guru-guru yang sudah pernah dan jarang menggunakan model pembelajaran inkuiri ini, kiranya lebih dapat meningkatkan dan meng-efektifkan lagi, sehingga model pembelajaran inkuiri ini benar-benar mampu memberikan nilai tambah di dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Sebagai seorang guru, tentunya tidak hanya sekedar mengetahui dan memahami konsep model pembelajaran inkuiri saja, akan tetapi sudah menjadi kewajibannya untuk dapat diimplementasikan dalam proses pembelajaran yang dilakukannya. Semoga.
Read More... - Peranan Guru Dalam Pembelajaran Inkuri

Temen saya yang satu ini selalu mendadak kalau memberi tahu ada acara, Cakrawala UPI rencananya akan mengadakan 100 jam Astronomi. Berikut sekilas beritanya :
Untuk ikut serta dalam acara pengangkauan masyarakat secara global dalam 100 Jam Astronomi, Indonesia juga turut ambil bagian untuk berbagi informasi dan pengetahuan astronomi lewat berbagai acara. Klub astronomi yang ada di Indonesia juga turut serta untuk melaksanakan acara tersebut. Di Jakarta, HAAJ, Kastro Sirius, Kastro Polaris dan FOSCA turut serta mengadakan berbagai acara untuk 100 jam astronomi. Dari Bandung langitselatan dan CAKRAWALA UPI juga turut serta mengadakan acara 100 Jam Astronomi di beberapa lokasi.
Tak hanya Bandung dan Jakarta dari Surakarta dan Jogjakarta, ada CASA dan JAC yang juga akan mengadakan kegiatan untuk berbagi astronomi kepada masyarakat.
Di Bandung, langitselatan akan memfokuskan diri untuk turut serta dalam rangkaian ISAN (International Sidewalk Astronomy Night) yang merupakan salah satu acara dalam “Star Party Global” yang akan diadakan pada tanggal 4 April 2009 setelah matahari terbenam. Langitselatan akan mengadakan acara pengamatan langit malam di PAA William Booth, Panti Asuhan Putri yang lokasinya berada di Jl. Jawa Bandung. Acara yang diberi tajuk “A 100 HA Night with Langitselatan” akan diadakan dari jam 6 sore sampai jam 8 malam, dengan acara diskusi astronomi, dongeng, pemutaran film singkat dan pengamatan langit malam yang akan dihiasi oleh Bulan dan juga Planet Saturnus.
Acara lainnya akan diadakan pada hari minggu oleh langitselatan di Cihampelas Walk Bandung sebagai bagian dari rangkaian acara “SUN Day”. Acara yang bertajuk “Astronomy SUN Day in Ciwalk” akan diisi oleh pengamatan matahari oleh masyarakat umum yang ada di lokasi tersebut.
Lokasi acara 100 Jam Astronomi di Indonesia yang telah terdaftar di website 100 Hours of Astronomy :

BANDUNG

langitselatan
Acara : A 100 HA Night with langitselatan
lokasi : PAA William Booth, Jl. Jawa no 18 Bandung
Waktu : 4 April 2009, 18.00 WIB - 20.00 WIB
Acara : Astronomy SUN Day in Ciwalk
lokasi : Cihampelas Walk Mall, Jl.Cihampelas 160 Bandung
Jam : 5 April 2009, 11.00 WIB - 15.00 WIB
UKK CAKRAWALA
Acara : Semalam Bersama Bintang
lokasi : UKK CAKRAWALA HMF FPMIPA UPI, Jl. Setiabudi no.229 Bandung
Waktu : 4 April 2009, 18.00 WIB - 23.00 WIB

BANDA ACEH

Atjeh Astro Club
Acara : The SUN and MOON in 100 Hours Astronomy
lokasi : JL. Jurong Dagang Ulee Karen, Banda Aceh
Waktu : 4-5 April 2009, 16.00 WIB - 23.00 WIB

JAKARTA

HAAJ
Acara : Amateur Stargazing 2009
lokasi : Planetarium Jakarta, Cikini Raya 73, Jakarta
Waktu : 3-5 April 2009, 19.00 WIB - 23.00 WIB
Kastro SIRIUS
Acara : Connected with SIRIUS 89 in 100 Hours
lokasi : Klub Astronomy “SIRIUS” SMAN 89 Jakarta, Kayu Tinggi, Cakung, Jakarta Timur
Waktu : 2-5 April 2009, 14.00 WIB - 13.00 WIB
Kastro POLARIS
Acara : FORTUNE ” First Observation To Explore The Universe ”
lokasi : Kastro POLARIS SMAN 38, Jalan Raya Lenteng Agung, Jakarta
Waktu : 2-5 April 2009, 16.00 WIB - 16.00 WIB
FOSCA
Acara : FOSCA Go To 100 Hours of Astronomy
lokasi : Planetarium Jakarta, Cikini Raya 73, Jakarta
Waktu : 2-5 April 2009, 17.00 WIB - 13.00 WIB

SURAKARTA

CASA
Acara : Astronomy Road Show
lokasi : PO Box 286, Surakarta
Waktu : 4-5 April 2009, 13.00 WIB - 04.00 WIB

YOGYAKARTA

JAC
Acara : Astro Shows and Astro Videos
lokasi : Jl. Gejayan Soropadan CC XII/04 Depok, Sleman
Waktu : 2-5 April 2009, 12.00 WIB - 17.00 WIB
JAC
Acara : Sunday
lokasi : Jl. Gejayan Soropadan CC XII/04 Depok, Sleman
Waktu : 5 April 2009, 19.00 WIB - 21.00 WIB
Keterangan lengkap dan contact person setiap acara dapat dilihat di 100 jam Astronomi.
Read More... - Acara 100 Jam Astronomi 2009